Memilih

"Kak Rayan, mau bagaimanapun hidup harus tetap berjalan ya?"

Laki-laki berkaos putih itu menggeleng, "Bukan La," Rayan menyodorkan permen kapas yang tadi ia beli pada Lala. "Mau bagaimanapun, kita harus memilih untuk tetap bertahan." Lanjutnya.

"Tapi berarti, sama artinya dengan yang Lala sebut tadi kan?"

"Beda Lafiza,"

"Apa bedanya?" Tanya gadis itu.

"Makan dulu ini permennya La, nanti mencair." 

Lala tak bergeming, permen kapas itu tak lagi menarik untuknya, untuk sekarang.

"Huft, seandainya hidup bisa semanis permen." Lenguhnya.

Rayan tertawa kecil, "Mungkin hidup nggak bisa semanis permen La, tapi diri kamu bisa semanis permen."

"Cih, apa-apaan itu kak Rayan."

"Hahaha, lagi pula kamu memang semanis itu kok."

Lala tersipu malu, ah obrolan ini jadi kemana-mana batinnya.

"Jadi gimana kak Rayan, tentang yang Lala sebut tadi?" Gadis berambut pendek itu mengalihkan pembicaraan.

"Hmmmm," Rayan berpikir sejenak. "Menurut kakak, bedanya ada pada bagaimana kita menghadapi  itu La. Hidup harus terus berjalan, sama artinya dengan kamu memaksa dirimu untuk menerima hal yang meyakitkan atau tak mengenakkan. Kamu membiarkan dirimu berlarut pada sesuatu yang belum selesai dan belum tentu kamu terima. Membiarkannya terkapung-kapung hingga dirimu hilang."

"Lalu?" Tanya Lala tak sabaran. 

"Sedangkan, bila kamu memilih untuk bertahan, perlahan kamu akan menerima dengan baik dan memahami setiap hal yang datang pada hidupmu, dengan begitu kamu pasti bisa menjalani hari yang memuakkan ini dengan hati yang lebih lapang."

Lala mencerna kalimat Rayan dengan seksama. 

"Tapi, kalau kita memutuskan buat nggak pilih salah satu diantara itu, gimana?"

"Contohnya?"

"Mmmmm, apa ya." Gadis itu kebingungan sendiri dengan pertanyaannya.

"Itu berarti, mau bagaimanapun kita nggak bisa kabur atau pergi dari tanggungjawab kita sebagai manusia La. Mau seberat apapun, kita harus berjalan dan menerima. Ntah dengan Hidup harus terus berjalan, atau dengan kita harus memilih untuk tetap bertahan."

Df