Kapal dan Dermaga
"Kamu seneng banget ya?"
Gadis berhijab itu mengangguk antusias. Kali ini, Zakki diajak bertualang ke tempat berlabuhnya kapal-kapal. Ntah kenapa Lafiza senang sekali mengunjungi tempat-tempat yang seharusnya tidak perlu dikunjungi bila tak memiliki kepentingan.
Gadis berhijab itu mengangguk antusias. Kali ini, Zakki diajak bertualang ke tempat berlabuhnya kapal-kapal. Ntah kenapa Lafiza senang sekali mengunjungi tempat-tempat yang seharusnya tidak perlu dikunjungi bila tak memiliki kepentingan.
"Kenapa?"
"Banyak kapal." Jawabnya asal
"Kata siapa banyak pesawat, Lafizaa."
"Katamu barusan."
Zakki mengernyitkan dahi, sebal. Apa-apaan bocah ini, batinnya.
Zakki mengernyitkan dahi, sebal. Apa-apaan bocah ini, batinnya.
"Tapi La, buat apa kesini kalau nggak butuh sesuatu"
"Kata siapa aku nggak butuh sesuatu."
"Loh, ke dermaga butuh apa selain jemput atau ketemu orang? Atau, kamu mau ambil salah satu paketmu yang dipesan secara online itu?" Tanya Zakki sembari menunjuk tumpukkan barang.
"Aku butuh mengamati suasana dermaga kak Zakki."
"Emang unik kamu ini."
"Emang unik kamu ini."
"Unik apanya. Setiap orang harus mengamati suatu hal kak, supaya bisa memahami makna dan filosofi dibalik objek tersebut." Jawabnya.
Zakki terkekeh menatap gadis dihadapannya, "Kamu kalau jawab serius gitu jadi kelihatan dewasa banget."
"Ya emang dewasa, kan cuma kak Zakki dan kak Rayyan yang anggep aku anak kecil."
Senyuman Zakki memudar saat Lafiza menyebut nama, Rayyan. Ia berdehem dan kembali bertanya, "Jadi, Untuk apa mengamati suasana dermaga ini?"
"Untuk menyadari kalau ada banyak hal yang belum aku temui dan aku pahami. Aku perlu mengunjungi suatu tempat supaya aku paham bagaimana tempat itu bekerja, seperti apa jejak dan maknanya untuk kehidupan aku juga orang lain."
Zakki mendengarkan dengan takzim, "Lalu menurutmu bagaimana dermaga ini?"
"Menurut aku, banyak kapal dan orang-orang sih kak."
"Dasar bunglon lu, sedikit-sedikit berubah."
Lafiza tertawa pelan, hijab yang digunakannya melambai-lambai tersapu angin. Zakki menatapnya beberapa saat lalu buru-buru mengalihkan pandangan ketika Lafiza menatapnya balik.
"Menurut aku ya kak," Lafiza menjeda kalimatnya, membetulkan posisi hijabnya yang terkena hembusan angin barusan. "Ternyata pakai hijab begini ribet ya. Kayaknya harus jauh-jauh dari angin deh, takut keistiqomahanku kebawa dia."
"Menurut aku ya kak," Lafiza menjeda kalimatnya, membetulkan posisi hijabnya yang terkena hembusan angin barusan. "Ternyata pakai hijab begini ribet ya. Kayaknya harus jauh-jauh dari angin deh, takut keistiqomahanku kebawa dia."
Zakki tertawa mendengarnya, "Harus banget ya misuh-misuh tuh, La?"
Lafiza tidak menggubris ucapan Zakki. Ia melanjutkan celotehannya, "Aku ngerasa kapal-kapal dan dermaga tu lebih dari sekedar tempat berlabuh."
"Lihat deh kak, dermaga jadi tempat kapal dan orang-orang untuk menyiapkan diri. Mereka menunjukkan siap pergi dan pulang dengan perasaan yang benar-benar sedia meski mereka tau perjalanan di laut bukan hal yang mudah. Tapi, karena dermaga menyediakan segala kebutuhan orang-orang itu dengan baik, mereka jadi percaya dan siap."
"Kapalpun sama. Dia mengantarkan orang-orang untuk sampai ke tujuan dengan usahanya. Meski nggak selalu memberi jaminan selamat, tapi berkat kapal itu orang-orang nggak kesusahan untuk menghadapi dingin dan gelapnya laut."
Zakki menatap Lafiza lamat-lamat, ia mendengarkan dengan seksama, seolah tak ingin melewatkan satu kata pun.
"Aku pengen kaya dermaga. Jadi tempat berlabuh dan pergi. Berlabuh ketika dia udah selesai dengan segala urusan-urusannya yang melelahkan, dan pergi untuk menjalani hari baru dengan perasaan lebih siap karena aku udah menguatkan dan menyiapkan segala keperluannya."
"Kalau gitu, aku jadi kapalnya gak sih, La?"
"Oh, mau ngangkut perempuan-perempuan cantik ya?"
"Gak gitu, La." Ucap Zakki sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Aku bercanda, lebih khawatir kak Zakki kelelep kalau jadi kapal."
"LALA."
Df
Komentar
Posting Komentar