Detik Selanjutnya
"Kak Fahmi." Ucapnya sembari melambaikan tangan. Aku tersenyum, lantas menghampiri gadis persona itu.
"Heh betah ya disana, ninggalin Bandung sampe bertahun-tahun."
Ia tertawa kecil, namun matanya menyiratkan kehampaan.
"Gimana kabar kamu? Wah uri-Zahra udah besar, udah berani naik pesawat sendiri dari negeri ginseng."
"Ngga baik, ngga buruk juga."
"Kok gitu."
"Hmm, karena mau sejauh apa pun pergi atau ngehindar, kalau ngga bisa nerima ya sampai liang lahat juga kayanya diri kita ga akan nemu kebahagiaan." Ucapnya.
"Kak Fahmi, Zahra sadar, Zahra ngga perlu kembali ke masa kecil supaya bisa ngerasain bahagia, Zahra ngga perlu berusaha bebas supaya bisa menghirup oksigen. Ngga,"
"Zahra cuma perlu nerima kan?"
"Zah-"
"Kak, Zahra sekarang udah cukup umur, bukan gadis lugu yang bisanya ngerengek minta es krim."
Aku tertawa kecil menanggapinya.
"Iya Ra, tapi bukan nerima doang, kamu juga harus siap. Karena kita ngga tau seberapa banyak kejutan yang semesta rencanakan,"
"Termasuk di detik selanjutnya. Ketika kamu bernafas, bersyukur juga perlu. Detak jantungmu tak memerlukan apa-apa, karena kamu yang membutuhkan mereka. Jadi mulai lah menerima."
df
Komentar
Posting Komentar