Tak Paham
Dihalaman rumah, bunga-bunga harum nan cantik begitu menawan, kelopak yang berguguran kembali tumbuh walau terkadang, angin sering kali meniup paksa.
"Bisa tidak Nun? Ngkau juga seperti itu, meski dibasuh oleh tangis, kelopak mata Mu tak seharusnya mengedipkan nama yang sudah pergi bertahun-tahun lamanya."
"Ngkau, mana paham."
Ya, jawaban yang sudah menjadi tameng bagi Nun. Lagi pula benar, mana mungkin aku paham apa yang dirasakannya. Sering, ia menatap bunga dalam vas yang selayaknya sudah menjadi abu sebab begitu kering nan layu.
"Apa menariknya? Bunga seperti itu harusnya di buang saja."
"Ngkau, benar tak paham."
Aku meremas rambut kesal, dibanding dengan mengendarai pesawat, Nun lebih rumit. Atau, semua perempuan memang sulit dipahami?
"Yang benar tersisa, hanya bunga ini. Lagi pun, aku tak setega itu membuang satu-satunya ingatan yang ia suguhkan."
"Yasudah, ditanam kembali saja Nun."
"Jika ditanam, nanti ia tumbuh bersama bunga yang lain, mungkin jua dipetik oleh pemilik baru, aku tidak mau Raka."
"Nun, sebegitu sayangnya ya?"
"Ntah, aku juga tak paham."
df
Komentar
Posting Komentar