Merayakan Kesedihan
Terik matahari sore menyoroti kota tua jakarta. Museum primadona bergaya klasik itu nampak anggun nan apik.
"Cantik sekali ya Sa, bangunannya."
Kaisa mengangguk pelan. Ia mengeluarkan sketchbook dan pena hitam. Goresan-goresan kecil dari tangan mungilnya mulai terlihat jelas. Burung Merpati, Museum, dan hiruk-pikuk Kota Tua.
"Sa, kok suasananya suram gitu sih?"
Kaisa tak menjawab, ia terlalu fokus. Berharap kabut dalam kepalanya berpindah pada gambar yang ia lukis.
"Sa, selain buku gambar dan pena, apa yang membuatmu tertarik?" Azzam kembali bertanya, berharap perhatian Kaisa beralih padanya.
"Tak ada." Jawab Kaisa pendek.
"Ah kenapa tak ada, dihidup ini kan ada banyak hal yang menyenangkan. Kenapa kamu hanya tertarik pada buku kosong seperti itu?"
Kaisa menutup skethcbooknya. Lalu mendongak menatap lamat laki-laki bertopi itu. Sepertinya percakapan ini akan sedikit menarik.
"Menurutmu, hal menyenangkan itu seperti apa? Aku terlalu malas membicarakan sesuatu yang tak penting."
"Seperti, menganggu kegiatanmu."
"Apa menyenangkannya mengganggu kesenangan orang lain?."
"Yaaa, supaya kamu berhenti berkutat dengan buku dan pena ini." Tunjuk Azzam pada peralatan gambar Kaisa.
"Sa, kamu terlalu sibuk dengan duniamu. Kamu menjauh dari hal-hal menyenangkan dan menakjubkan. Mengapa kamu tak membiarkan dirimu menikmati banyak hal?"
"Aku menikmati ini Zam, aku menikmati hidupku melalui gambar dan lukisan. Seperti ini saja sudah cukup untukku."
"Lantas bila menikmati, mengapa semua gambarmu menunjukkan kesedihan?"
"Azzam," Kaisa berhenti sejenak. Suara burung merpati dan roda sepeda terdengar hilir-mudik.
"Itu yang ku maksud menikmati. Sebab aku menerima semua sakit dan pilu. Karena menurutku perihal menerima tak selalu dirayakan dengan keceriaan atau kesenangan. Tapi, dengan kesedihan juga. Lagipula apa salahnya kan bersedih-sedih?"
Azzam tersenyum kikuk. Baginya ini sesuatu yang baru. Ah, gadis ini memang penuh dengan kejutan.
"Jadi, kamu menerima dengan cara merayakan kesedihanmu ya Sa?"
"Iya, dengan begini aku tak perlu memaksa diriku untuk baik-baik saja. Aku hanya perlu senang ketika aku senang dan bahagia ketika aku bahagia. Tak perlu pura-pura."
Df
🥹
BalasHapusHallooooo
Hapus