Di Sudut Keramaian Kota

Aku berjalan santai menuju pusat perbelanjaan kota. Di tempat itu, para penjual menawarkan berbagai macam dagangan. Sebagian menjajakan makanan hangat, menggoda siapa saja yang lewat dengan aroma sedapnya. Ada pula yang menawarkan pakaian, tersusun rapi dengan warna-warna cerah yang menarik perhatian. Di sudut lain, mainan dan pernak-pernik kecil menghiasi lapak-lapak, membuat anak-anak berhenti sejenak, matanya berbinar penuh antusias. Setiap sudut penuh dengan kehidupan, suara tawar-menawar, dan langkah kaki yang tak pernah berhenti bergerak. Pasar itu seakan bernapas, menjadi ruang bagi banyak cerita yang terus bergulir.

Aku berhenti disalah satu kedai makanan, memesan 2 porsi kue surabi. Satu untukku, satunya lagi tetap untukku. Lantas beranjak ke kedai minuman, meraih 1 botol air mineral. Bukan karena tak ada pilihan minuman yang menarik, tapi begitulah menjadi dewasa, kita lebih tertarik dengan sesuatu yang sederhana dan bermakna. Aku melangkah meninggalkan pasar dengan menenteng makanan dan minuman yang aku beli menuju halte bus.

Ini sore hari, namun bus tampak tidak seramai biasanya. Aku mulai menyantap surabi sembari menatap hiruk-pikuk kota Bandung. Suara kebisingan ada dimana-mana, segala aktivitas nampak ramai diluar sana, kota ini seperti tidak pernah istirahat. Aku termenung beberapa saat, hanyut dalam segala macam bayangan. Bayangan ibu yang selalu khawatir aku melewatkan sarapan, bayangan kakak laki-lakiku yang senang memasak mie spesial, seperti mas Laut, tokoh utama dalam buku Laut Bercerita. Juga bayangan laki-laki yang senang membelikan aku gantungan kunci. Aku merindukan semuanya. Aku merindukan ibu, kakak laki-lakiku, dan kamu. 

Aku selalu berharap dapat bertemu dan menemukanmu di tengah keramaian kota, di sudut angkutan umum, di samping ruko atau di manapun, disetiap tempat yang aku kunjungi. Namun sayangnya, kamu tak ada di kota ini. Aku bahkan tak tahu dimana keberadaanmu, bagaimana kabar serta keadaanmu. Gantungan kunci yang kamu beri, selalu aku pakai kemanapun. Kakak bilang, gantungan itu sudah kumal, biar kakak ganti yang baru. Tapi kataku, yang kumal hanya gantungannya, bukan kenangan dan perasaannya. 

Karena itu, dimanapun kamu berada, aku harap kamu senantiasa baik-baik saja. aku tak apa bila pemberhentian terakhirmu bukan padaku, aku sudah berbesar hati menerimanya. Aku hanya ingin kamu selalu senang dan baik-baik saja, dengan siapapun dan apapun.


Df

Komentar

Postingan Populer